- Beranda

ads

Menilik ‘’Monumen’’ Sastra PATABA

Subarkan foto bersama dengan keluarga Soesilo Toer
Belum lama ini, mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus (UMK), Subarkah SH. M.Hum, ditemani staf Humas UMK, Rosidi, mengunjungi Perpustakaan PATABA di Kabupaten Blora. PATABA  adalah perpusakaan independen yang dikelola adik sastrawan Pramoedya Ananta Toer (Pram) yang berada di Jl. Sumbawa No. 40 Jetis, Blora.
Dulu, jarang orang yang berani datang ke rumah peninggalan Mas Toer itu, apalagi pada masa rezim Orde Baru. Cap sebagai ‘anak haram negara’ begitu kental dengan keluarga yang beberapa di antaranya menjadi tahanan politik (Tapol) rezim tersebut.
Begitu menakutkannya, hingga stigma negatif melekat pada rumah dan penghuninya. Masyarakat pun banyak yang menyebut sebagai ‘rumah hantu’. Paling tidak, itulah yang pernah disampaikan sastrawan Gunawan Budi Susanto.
Tetapi belakangan, sekitar tujuh tahun terakhir, terjadi perubahan yang sangat mendasar. Masyarakat tak lagi takut untuk datang ke rumah keluarga Pramoedya Ananta Toer itu. Ratusan tamu datang ke tempat ini.
Mereka antara lain Ajip Rosidi, FX Hoerry, Joko Pitono, Martin Moehtadhim, Sindhunata, Muhidin M. Dahlan, Bashkoro, Poppy Dharsono, Sony Keraf, Amrih Widodo, serta akademisi dari berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Kristen Satya Wacana (Salatiga), Universitas Muria Kudus (UMK), Universitas Negeri Yogyakarta, UNS Surakarta, IAIN Walisongo Semarang, dan UIN Syarif Hidayatullah.
Dari luar negeri, tercatat nama-nama seperti Koh Young Hun (Korea), Etienne Naveau (Perancis), Kevin (Amerika), Andree Moller (Swedia), Malraux (Belgia), Anna Tipikina (Rusia) dan banyak lagi yang menyempatkan untuk datang ke eks rumah hantu tersebut.
Keberadaan Perpustakaan PATABA (Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa) tak bisa dilepaskan dari perubahan sikap masyarakat di kemudian hari. Didirikan oleh Soesilo Toer pada 2006, salah satu adik kandung Pram, yang telah membuka kran intelektual yang sangat luas bagi semua kalangan.
PATABA banyak menggelar berbagai diskusi dan acara dengan dukungan berbagai pihak, seperti Yayasan Mahameru, Super Samin, LPAW, dan Lembaga Kajian Budaya dan Lingkungan Pasang Surut. Berbagai kegiatan yang pernah digelar, seperti Susur Kali Lusi sepanjang 40 Km, membagikan bibit jati untuk penghijauan, seminar Lapindo Brantas, bedah buku Sejarah Wong Jawa Konung, bedah buku Wedha Sanyata Seputar Islam, dan Suwung.
Sedang kegiatan sastra-budaya yang pernah digelarnya, yaitu baca puisi, pementasan teater, lomba dan pameran lukisan anak-anak, pergelaran musik pop dan keroncong, kentrung, pentas wayang krucil, wayang kulit, dan pembacaan seni geguritan.
“PATABA merupakan perpustakaan nirlaba inisiatif saya, sebagai bagian dari keluarga besar Toer. Perpustakaan liar yang menjadi satu dengan rumah peninggalan bapak ini saya didirikan untuk mengenang kakak saya (Pram) yang lahir di Desa Mlangsen pada 6 Februari 1925 dan meninggal di Jakarta pada 30 April 2006,’’ ujar Soesilo Toer. 
Tujuan pendirian perpustakaan ini, yaitu untuk membangkitkan minat baca masyarakat di sekitar Jl. Sumbawa di mana perpustakaan berada. ‘’Lewat PATABA, kami ingin berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis,’’ terangnya. (*)
Menilik ‘’Monumen’’ Sastra PATABA Menilik ‘’Monumen’’ Sastra PATABA Reviewed by IkiCahUMK on Kamis, Desember 31, 2015 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Promo

ads
Diberdayakan oleh Blogger.